Sabtu, 11 Desember 2021

Tanpa Tabayyun

kilas balik berdirinya Nahdlatul ulama

Oleh : M. Sholahuddin Azmy (Gus Udin)

Cucu pencipta lambang Nahdlatul Ulama, KH. Ridwan Abdullah

(Disampaikan pada Rembug Jasnu Kota Surabaya, di Pacet 11 Desember 2021)

Embrio NU diawali adanya kelompok organisasi seperti Nahdlatul Tujjar, Taswirul Afkar, dan Nahdlatul Wathan (NW) di kota Surabaya

Tokoh yang aktif dalam NW diantaranya : KH. Wachab Chasbulloh, KH. Mas Mansyur, KH. Mas Alwi bin Abdul Azis Sawah Besar - Ampel, dan KH. Ridwan Abdullah.

Kehebohan para kyai sepuh dengan kemunculan sekolah Nahdlatul Wathan yang didirikan oleh empat tokoh tersebut, karena lazimnya para kyai adalah mendirikan pesantren.

Lagu Syubbanul Wathan yang dikarang oleh KH. Wahab Hasbullah merupakan nyanyian yang harus dikumandangkan oleh siswa NW pada pagi hari sebelum masuk kelas. Sedangkan Kepala sekolahnya saat itu adalah KH. Mas Mansyur (akhirnya menjadi tokoh Muhammadiyah)

Ternyata lagu tersebut membuat "gerisih" pihak Belanda karena dengan lagu tersebut mengajarkan anak-anak dengan paham Nasionalisme Indonesia, sehingga khawatir tercipta "ekstrimis-ekstrimis" yang akan menentang kolonialis Belanda

Untuk mengantisipasi paham Nasionalisme Indonesia tersebut, maka Belanda membentuk gerakan Renaissance (pembaharu). Untuk mempelajari gerakan pembaharuan tersebut, dengan modal kekayaannya maka KH. Mas Mansyur selaku kepala sekolah NW pamit ke Kyai sepuh untuk mempelajarinya ke Mesir. Sedangkan kepala sekolah NW dilimpahkan ke Kyai Mas Alwi

Lain halnya dengan Kyai Mas Alwi yang ingin juga mempelajari Renaissance ke negara asalnya, yaitu Belanda. Tanpa pamit ke kyai sepuh Surabaya (karena diyakini tidak akan mendapatkan ijin) dan melimpahkan jabatan kepala sekolah NW ke KH. Ridwan Abdullah. Maka berangkatlah Kyai Mas Alwi ke Belanda sambil menjadi pelaut, karena beliau tidak memiliki dana yang cukup 

Gambar dikutip dari referensi internet

Mengetahui kondisi tersebut, membuat para kyai sepuh marah dan mencoret Kyai Mas Alwi sebagai pengurus NW tanpa proses Tabayyun, karena menganggap sebagai pelaut pastilah melakukan mo-li-mo. 

Begitu pula sang ayah, Kyai Abdul Aziz sawah besar - Ampel mencoret kyai Mas Alwi dari silsilah keluarga. Karena malu, ada rencana mengusirnya dari rumah begitu kembali pulang. Sehingga kelak makamnya Kyai Mas Alwi tidak berada di pemakaman keluarga Hasan Gipo, melainkan di pekuburan Rangkah.

Setelah sekian lama, beliau pun berhasil mendapatkan jawaban dari kegelisahannya.

Setiba di Tanah Air, orang-orang banyak mengucilkannya. Tidak hanya tetangga, melainkan juga para sahabat dan rekan sejawatnya. Tak patah arang, Kiai Mas Alwi kemudian membuka warung kopi di Jalan Sasak, dekat wilayah Ampel, Surabaya.

Setelah mengetahui Mas Alwi pulang, Kiai Ridlwan pun mengunjungi warungnya pada suatu hari. “Kenapa sampeyan datang ke sini, Kang? sebab warung saya ini sudah dianggap najis ?” kata Kiai Mas Alwi.

“Dik Mas Alwi, sebenarnya apa yang sampeyan lakukan sampai pergi berlayar ke Eropa?” tanyanya.

“Begini Kang Ridlwan. Saya ingin memahami, apa sih sebenarnya Renaissance itu? Lah, Dik Mansur (KH Mas Mansur –Red) mendatangi Mesir untuk mempelajari Renaissance, itu salah. Sebab, tempatnya ada di Eropa,” jawabnya.

“Renaissance di Mesir itu sudah tidak murni lagi, Kang Ridlwan, sudah dibawa makelar. Lah orang-orang itu mau melakukan pembaruan apa dalam tubuh Islam? Agama Islam sudah sempurna. Tidak ada lagi yang harus diperbaharui,” sambung Kiai Mas Alwi lagi.

Ia pun menambahkan, Renaissance yang diupayakan ada dalam dunia Islam merupakan upaya pecah belah yang dihembuskan dunia Barat. Kiai Ridlwan lantas bertanya, “Dari mana sampeyan tahu?”

“Karena saya berhasil masuk ke banyak perpustakaan di Belanda,” jawabnya.

“Bagaimana caranya sampeyan bisa masuk?”

Kiai Mas Alwi kemudian menuturkan bahwa selama di Belanda dirinya menikah dengan seorang perempuan setempat yang sudah diislamkannya. Istrinya itu kemudian mengantarkannya ke banyak perpustakaan hingga ke Perancis juga.

Dari pernikahannya dengan wanita Belanda ini tidak dikaruniai keturunan, lalu "di-firoq" sebelum kembali lagi di Indonesia 

Setelah Kiai Mas Alwi mengisahkan perjalanannya ke Eropa secara panjang lebar, Kiai Ridlwan pun berkata, “Begini, Dik Alwi, saya ingin menjadi pembeli terakhir di warung ini.”

“Ya jelas terakhir Kang Ridlwan, karena ini sudah malam.”

“Bukan begitu. Sampeyan harus kembali lagi ke Nahdlatul Wathan. Sebab sudah tidak ada yang membantu saya sekarang. Kiai Wahab lebih aktif di Taswirul Afkar. Sampeyan harus membantu saya,” jelas Kiai Ridlwan.

Keesokan paginya, Kiai Mas Alwi ternyata sudah tiba di Nahdlatul Wathon sebelum sebelum Kiai Ridlwan sampai.

“Kok sudah ada di sini?”

“Iya Kang Ridlwan, tadi malam ternyata warung saya laku dibeli orang. Uangnya bisa kita digunakan untuk sekolah ini,” jawab Kiai Mas Alwi. 

Demikianlah kedua kiai muda tersebut membesarkan sekolah Nahdlatul Wathan. Walaupun sesungguhnya Kyai Mas Alwi belum mempunyai rumah dan warung kopi itulah satu-satunya yang dimilikinya.

Usulan Nama NU

Dalam Kongres Al Islam di Yogyakarta pada 1925, kalangan pesantren tidak diajak serta. Akhirnya, kelompok Islam-tradisionalis itu berada di luar delegasi yang hendak dikirim ke Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Makkah.

Menghadapi keadaan demikian, KH Abdul Wahab Hasbullah mengusulkan agar kalangan pesantren membuat delegasi sendiri. Dibentuklah Komite Hejaz.

Berangkat dari itu, para ulama tradisionalis lantas merasa perlu untuk membentuk sebuah organisasi. Inilah cikal bakal NU yang berdiri pada 16 Rajab 1344 H atau bertepatan dengan 31 Januari 1926. Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari duduk sebagai Rais Akbar. (Sebetulnya pada tanggal tersebut bersamaan Haul pertama Kyai Kholil Bangkalan yang merupakan guru para muassis NU)

para kiai pada saat itu mengusulkan beberapa nama yang dirasa pas untuk organisasi tersebut. Turut hadir dalam pertemuan ini, Kiai Mas Alwi lantas mengusulkan nama Nahdlatul Ulama.

“Karena tidak semua kiai memiliki jiwa nahdlah (bangkit). Ada kiai yang sekadar mengurusi pondoknya saja, tidak mau peduli terhadap jam'iyah,” jawab Kiai Mas Alwi.

Mendengar jawaban yang mantap itu, sang hadratussyekh pun menyatakan setuju. Maka diputuskanlah bahwa nama organisasi ini adalah Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama).

Kyai Mas Alwi yang awalnya difitnah tanpa proses Tabayyun, akhirnya menjadi tokoh yang masyhur pengusul nama Nahdlatul Ulama yang tetap dipakai hingga sekarang

Huruf ض pada logo NU

Sepuluh hari sebelum Kyai Maimun Zubair berangkat Haji dan akhirnya wafat di tanah suci, Gus Udin dipanggil menemui beliau dan menanyakan terkait Huruf ض yang dituliskan melengkung mengelilingi bola dunia, apa maknanya ? Sebagai cucu pencipta logo NU (KH. Ridwan Abdullah- Red) mungkin Gus Udin mengetahuinya.


Selama ini Gus Udin tidak pernah mendapatkan penjelasan dari Abahnya (KH. Mujib Ridwan-Red) terkait makna penulisan Huruf ض tersebut.

Akhirnya Mbah Moen mencoba mengartikan maknanya yang dimulai dari Hadits Rasulullah Saw :

انا افصح من نطق لغة الضاد

“saya adalah orang yang sangat fasih mengucapkan huruf ض “.

huruf ض merupakan bagian dari huruf hijaiyah yang memiliki keistimewaan dibanding huruf hijaiyah lainya, dan menjadi satu-satunya huruf hijaiyah yang disebutkan dalam hadits Nabi Muhammad SAW

Bagi seorang waliyullah pasti menutupi diri ke-wali-annya, dan tidak mungkin menuliskan sesuatu sebelum mendapatkan restu dari junjungannya selaku pemilik hadits tentang huruf ض tersebut, Yaitu Rasulullah Muhammad SAW. 

Sehingga dapat dipastikan bahwa pembuat logo NU adalah waliyullah dari golongan ulama yang sufi.

Kesimpulannya bahwa Nahdlatul Ulama didirikan oleh para waliyullah yang keberkahannya tetap hidup hingga sekarang dan keber-Islaman ala NU sudah berkembang hingga di dunia global.

1 komentar:

  1. Alhamdulillah ...
    Semoga Allah SWT Memberikan Kesehatan Dan Imam Yang Kuat ...
    Aamiin

    BalasHapus